Senin, 26 April 2010

Panwas Minta Spanduk Liar Ditertibkan

Kota Pekalongan - Panitia Pengawas Kota Pekalongan meminta pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menertibkan spanduk atau baliho calon wali kota yang tidak berizin untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam Pemilu kepala daerah (Pilkada) setempat.

"Saya melihat ada sejumlah spanduk atau baliho liar terpasang di beberapa lokasi sehingga Satpol PP Kota Pekalongan bisa melakukan penertiban," kata Ketua Panwas Pilkada Kota Pekalongan Listyo Budi Santosa di Pekalongan, Selasa (20/4).

Menurut dia, saat ini Panwas Kota Pekalongan belum mempunyai kewenangan melakukan penertiban karena spanduk tidak berizin tersebut yang terpasang di sejumlah lokasi masih berstatus bakal calon wali kota.

"Namun, penertiban spanduk harus secepatnya dilakukan agar tidak melanggar aturan yang sudah diberlakukan, seperti perizinan dan lainnya," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Listyo mengatakan, hingga kini pelanggaran yang telah dilaporkan masyarakat ke Panwas yaitu dugaan pemberian tanda tangan palsu untuk mendukung persyaratan dari calon perseorangan.

"Laporan tersebut sudah disampaikan langsung ke Panwas oleh saksi korban. Saat ini kami masih menindaklanjuti laporan tersebut," katanya.

Ia menyatakan, Panwas siap menampung laporan dari masyarakat selama 24 jam terkait adanya indikasi pelangagaran pelaksanaan Pilkada Kota Pekalongan.

"Jika ada indikasi mengarah ke ranah pidana maka prosesnya akan diteruskan ke penegak hukum. Namun, kami berharap pelaksanaan Pilkada Kota Pekalongan pada 16 Juni 2010 bisa berjalan aman dan damai," katanya. (Sumber: www.antarajateng.com)Rata Penuh

Senin, 12 April 2010

Pantai Pasir Kencana digoyang Senam Massal

Pada hari Minggu (11/4) kemarin Pantai Pasir Kencana terlihat sangat ramai tak seperti biasa. Pada pukul 06.00 WIB pengunjung yang hadir sangat padat. Hal ini dikarenanakan pada hari itu Pemerintah Kota Pekalongan mengadakan kegiatan senam massal.

Acara ini diadakan dalam rangkaian peringatan HUT Kota Pekalongan yang jatuh pada tanggal 1 April. Selain masyarakat umum, para pejabat, pegawai, dan guru dari masing-masing instansi terlihat hadir. Tak kurang 2000 orang lebih tumpah ruah memadati arena kegiatan.

“Acaranya ramai sekali, bahkan saya sampai tidak kebagian snack”, ujar seorang peserta.

Kegiatan yang diadakan di pantai Pasir Kencana ini juga sebagai promosi bagi kawasan yang dulunya pernah menjadi ikon wisata kota Pekalongan.

Personel Satpol PP sejumlah 2 regu atau sekitar 25 orang juga ikut memeriahkan acara dan melakukan pengamanan sampai kegiatan selesai pukul 10.00 WIB. Kegiatan ini ditutup dengan pembagian doorprize menarik bagi peserta.

Minggu, 11 April 2010

Satpol PP Cimahi Ciduk Wanita Penjual Sendok

Cimahi - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Cimahi, Jawa Barat, menciduk seorang wanita yang mengaku sebagai penjual sendok dan seorang perempuan yang membawa kosmetik yang diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK).

Kepala Seksi Pengendali dan Operasi Satpol PP Kota Cimahi Herry Setiawan, di Cimahi, Minggu, mengatakan, kedua perempuan tersebut diciduk saat Satpol PP dan Polresta Cimahi menggelar operasi penyakit masyarakat (Pekat), kemarin (Sabtu, 10/4).

"Kedua perempuan itu ditangkap sekitar pukul 23.30 WIB. Mereka menyalahi aturan Pasal 12 karena berada di suatu tempat dengan melewati batas waktu dan tidak membawa kartu identitas," ujar Herry.

Menurutnya, saat ditangkap, salah seorang perempuan tersebut membawa beberapa sendok eceran di dalam tas yang hendak dijual kepada penjual nasi goreng di kawasan Cipageran Cimahi.

Selain menangamankan dua perempuan yang diduga sebagai WTS, Satpol PP Kota Cimahi juga berhasil menciduk delapan pasangan mesum yang diamankan di tiga hotel serta dua orang waria bernama Jupe dan Wulan.

Ia menyatakan, razia tersebut digelar atas laporan dan pengaduan masyarakat.

"Sebelumnya kami mendapat laporan dari warga yang mencurigai ada beberapa hotel yang biasa digunakan sebagai tempat asusila dan tadi malam sekitar pukul 23.00 WIB kami langsung menggelar razia," ujar Herry.

Ia mengatakan, ketiga hotel yang menjadi sasaran razia ialah Hotel Tjimahi, Hotel Chandra dan Hotel Mediria.
(Sumber: AntaraNews)

Jumat, 09 April 2010

Sejarah SATPOL PP

Keberadaan Polisi Pamong Praja saat ini, tidak lepas dari permasalahan yang muncul, dan yang kita hadapi sejak diproklamirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.

Untuk melangsungkan dan mempertahankan Negara Kesatruan Republik Indonesia, dipandang perlu adanya ketentraman dan ketertiban umum masyarakat, agar pemerintah yang telah terbentuk dapat berjalan dengan baik.

Oleh karena itu, sesuai surat Perintah Jawatan Praja di daerah Istimewa Yogyakarta nomor : 1 Tahun 1948, dibentuklah “DETASEMEN POLISI PENJAGA KEAMANAN KAPANEWON” pada tanggal 30 Oktober 1948.

Belum satu bulan, Detasemen ini dirubah namanya menjadi “DETASEMEN POLISI PAMONG PRAJA” berdasarkan Surat Perintah Jawatan Praja Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 2 tahun 1948 tanggal 10 November 1948. Inilah yang merupakan “EMBRIO” dari kelahiran Polisi Pamong Praja.

Pada tahun 1950, melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 32/2/20 tanggal 3 Maret 1950 “DETASEMEN POLISI PAMONG PRAJA” dirubah namanya menjadi “KESATUAN POLISI PAMONG PRAJA”, dan tanggal 3 Maret 1950 inilah ditetapkan menjadi hari jadi “SATUAN POLISI PAMONG PRAJA” yang diperingati pada setiap tahun.

Bersamaan dengan keputusan tersebut, dikeluarkan Ketetapan Menteri Dalam Negeri Nomor : UP. 32/2/2/21, tentang pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja diluar Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sepuluh tahun kemudian, dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 7 tahun 1960, Kesatuan Polisi Pamong Praja di bentuk di tiap-tiap Daerah Tingkat I. Hal ini mendapat dukungan dari para Petinggi Militer Angkatan Perang, sebagaimana dikatakan oleh KOLONEL BASUKI RAHMAT, adanya tim Polisi pamong Praja di tiap-tiap Kawedanan dan Kecamatan, guna mengembalikan kewibawaan Pemerintah Daerah, menuju stabilitas Pemerintah pada umumnya.

Pada tahun 1962, sesuai dengan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 10 tahun 1962 tanggal 11 Juni 1962, nama Kesatuan Polisi Pamong Praja diubah menjadi “PAGAR BAYA" dengan alasan untuk membedakan dari "KORPS KEPOLISIAN NEGARA", sebagaimana dimaksud Undang-Undang Pokok Kepoilisian Nomor : 13 tahun 1961.

Selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 1 tahun 1963 "KESATUAN PAGAR BAYA" diganti namanya menjadi “KESATUAN PAGAR PRAJA”.

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, maka nama “KESATUAN PAGAR PRAJA” dirubah lagi menjadi “SATUAN POLISI PAMONG PRAJA”, sebagai perangkat wilayah, yang melaksanakan tugas dekonsentrasi sesuai dengan bunyi Pasal 86 ayat 1.

Dari sejarah tersebut dapat kita pahami, bahwa tugas utama Polisi Pamonbg Praja pada waktu itu, menurut Peraturan Menteri Pemerntahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 10 tahun 1962 tanggal 11 Juli 1962, adalah membantu para pejabat Pamong Praja khususnya di Tingkat Kecamatan, yang meliputi antara lain :
  • Pelaksanaan ronda desa atau kampung
  • Penjagaan kerusakan pengairan
  • Hal pemungutan pajak
  • Pelaksanaan kegiatan penyuntikan cacar
  • Kegiatan sensus dan
  • Penjagaan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah, dan lain-lain pekerjaan, yang berhubungan dengan pekerjaan Pamong Praja

Secara lebih sistimatis, tugas dan wewenang Polisi Pamong Praja saat itu, meliputi antara lain :
  1. Segala pekerjaan yang bersifat Vertikal maupun otonom, terutama menjadi mediator antara Camat dan Kepala Desa atau sebaliknya.
  2. Melaksanakan Kebijakan Profesional Kepala Daerah, serta melakukan pengawasan dan pengamanan pelaksanaan Peraturan Pemerintah.
  3. Melakukan tindakan penuntutan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah dan Peraturan Pemerintah
  4. Melakukan tugas Intelijen.

Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Peemerintahan Daerah, dan sesuai dengan bunyi pasal 148 ayat 1, Polisi Pamong Praja ditetapkan sebagai Perangkat Pemerintah Daerah, dengan tugas pokok menegakkan Peraturan Daerah, penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi.