Jumat, 14 Mei 2010

Tak Cukup Bukti, Pelaku Narkoba Dibebaskan

Kota Pekalongan - Kepolisian Resor Kota Pekalongan, Jawa Tengah, tidak mempunyai cukup bukti untuk menahan Brigadir Satu Danang yang diduga menyalahgunakan narkotika dan obat atau bahan berbahaya di kawasan Pantai Pasir Kencana Pekalongan.

"Dari hasil tes darah di laboratorium, tak cukup bukti Briptu Danang mengonsumsi narkoba sehingga kami kembalikan ke kesatuannya di Polres Semarang," kata Kepala Polresta Kota Pekalongan, AKBP Aris Budiman, di Pekalongan, Rabu.

Ia mengatakan kepolisian setempat akan bertindak tegas dalam menyikapi kasus penyalahgunaan narkoba.

"Kami tidak akan main mata, jika memang ada anggota polisi yang terlibat dalam kasus narkoba pasti akan ditindak," katanya.

Meskipun kepolisian setempat tidak mempunyai cukup bukti untuk menahan Danang, katanya, dia dipastikan dikenai sanksi tindakan disiplin.

"Pasti dikenai sanksi tindakan disiplin karena dia berada di lokasi yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang anggota polisi," katanya.

Danang dan dua temannya tertangkap petugas Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Pemerintah Kota Pekalongan saat razia pada Sabtu (8/5) malam.

Kepala Satpol PP Pemkot Pekalongan, Widarjanto, mengatakan, para pelaku sedang mabuk akibat minum minuman keras saat petugas merazia mereka.

"Saat bersamaan Satpol PP juga mengamankan tiga linting ganja. Namun kami tidak tahu secara jelas peristiwa tersebut karena hanya diberitahu lewat layanan pesan singkat," katanya.

(Sumber: Antara Jateng)

Minggu, 02 Mei 2010

Menkumham: Banyak Penegakan Hukum Tanpa Hati Nurani

Medan - Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, sejauh ini masih sangat banyak aturan hukum di tanah air yang ditegakkan tanpa menggunakan hati nurani.

"Saya sudah keliling dan sudah mengunjungi sedikitnya 52 lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Di sana banyak ditemui proses hukum yang ditegakkan tanpa memakai hati nurani," ujarnya di Medan, Sabtu (1/5).

Ia mengatakan hal itu ketika berbicara pada dialog nasional Penegakan Supremasi Hukum dan Pemberantasan Korupsi yang digelar Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Sumatera Utara bekerja sama dengan DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sumut.

Sebagai contoh, Menkumham mengaku mendapati seorang wanita tuna netra yang menjadi narapidana 15 tahun karena dituduh sebagai pengedar ganja, saat mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Medan, Sumatera Utara, Jumat (30/4).

Narapidana wanita itu bernama Warsiam (50) yang selama ini bekerja sebagai tukang pijat di rumahnya di Kampung Sidorukun, Jalan Baru, Bila Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumut.

Suaminya yang sama-sama tuna netra, M Nuh (46), bahkan divonis 18 tahun dengan dakwaan yang sama.

"Kini tiga anak mereka terlantar. Bagaimana mungkin, dua orang buta dituduh menjadi pengedar ganja dan kemudian divonis 18 dan `15 tahun. Dimana logika dan dimana akal sehat kita," ujarnya.

Menkumham juga mengaku sempat meneteskan air mata ketika bertemu narapidana wanita tersebut. "Saya menangis karena ternyata masih banyak penegakan hukum kita yang tidak memakai hati nurani," katanya.

Patrialis Akbar sendiri menilai kasus yang menimpa pasangan M Nuh dan Warsiam sebagai kasus besar, sehingga merasa perlu melaporkannya kepada Presiden.

Menkumham juga mengaku akan bertemu Kepala Polri, Kepala Kejaksaan Agung dan Ketua ke Mahkamah Agung dalam sebuah rapat koordinasi di Jakarta, Selasa (4/5). Pada kesempatan itu ia berniat mengutarakan temuannya itu.

"Saya yakin Kapolri sebagai penyidik, Kajagung sebagai penuntut dan Ketua MA sebagai yang memvonis pasti akan kaget mengetahui ada dua orang buta yang dipenjara karena dituduh sebagai pengedar ganja. Kasus ini akan saya bicarakan nanti dan saya akan meminta agar mereka dibebaskan," katanya.

Menkumham juga mengaku menemukan banyak kasus serupa, termasuk kasus anak-anak usia sekolah yang harus masuk penjara hanya karena mencuri akibat lapar.

"Bahkan anak yatim piatu yang dipenjara karena mencuri dan dia mengaku mencuri karena lapar. Sungguh-sungguh sangat memprihatinkan proses penegakan hukum kita dan semua ini akan saya bicarakan pada rakor nanti," katanya. (Sumber: AntaraNews)

Sabtu, 01 Mei 2010

Puluhan Pengemis Terjaring Razia

Kota Tegal - Kemarin malam (Jumat, 30/4) Puluhan pengemis dan gelandangan yang mangkal di sejumlah tempat keramaian di Kota Tegal, Jawa Tengah, terjaring razia oleh tim gabungan Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Sosial setempat.

Kepala Dinas Sosial Kota Tegal, Sumito, mengatakan razia ini difokuskan di sejumlah titik keramaian, seperti kawasan pertokoan Jalan Ahmad Yani, Jalan AR. Hakim, dan tempat ibadah.

"Dalam razia tersebut, tim gabungan menjaring 41 gelandangan dan pengemis yang selama ini sudah mulai meresahkan masyarakat," katanya.

Ia mengatakan razia pengemis dan gelandangan ini akan terus digencarkan karena dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya terus meningkat.

Selain itu, kata dia, razia tersebut untuk mendukung program Wali Kota Tegal yang mencanangkan 'Tegal Sehat 2011'.

"Kota Tegal sudah jadi magnet bagi gelandangan dan pengemis untuk mengais rezeki. Hampir setiap tahun jumlah pengemis dan gelandangan ini terus meningkat sehingga perlu dilakukan penertiban," katanya.

Menurut Sumito, penyandang masalah sosial, seperti pengemis dan gelandangan kebanyakan berasal dari daerah tetangga, seperti Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, dan Pemalang.

Mereka, kata dia, sengaja mencari rezeki di Kota Tegal karena dinilai lebih menjanjikan dibandingkan daerah lain.

"Para pengemis ini biasanya beroperasi setiap Jumat dan mereka mengais rezeki di tempat-tempat ibadah," katanya. ( Sumber: www.antarajateng.com )

Senin, 26 April 2010

Panwas Minta Spanduk Liar Ditertibkan

Kota Pekalongan - Panitia Pengawas Kota Pekalongan meminta pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menertibkan spanduk atau baliho calon wali kota yang tidak berizin untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam Pemilu kepala daerah (Pilkada) setempat.

"Saya melihat ada sejumlah spanduk atau baliho liar terpasang di beberapa lokasi sehingga Satpol PP Kota Pekalongan bisa melakukan penertiban," kata Ketua Panwas Pilkada Kota Pekalongan Listyo Budi Santosa di Pekalongan, Selasa (20/4).

Menurut dia, saat ini Panwas Kota Pekalongan belum mempunyai kewenangan melakukan penertiban karena spanduk tidak berizin tersebut yang terpasang di sejumlah lokasi masih berstatus bakal calon wali kota.

"Namun, penertiban spanduk harus secepatnya dilakukan agar tidak melanggar aturan yang sudah diberlakukan, seperti perizinan dan lainnya," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Listyo mengatakan, hingga kini pelanggaran yang telah dilaporkan masyarakat ke Panwas yaitu dugaan pemberian tanda tangan palsu untuk mendukung persyaratan dari calon perseorangan.

"Laporan tersebut sudah disampaikan langsung ke Panwas oleh saksi korban. Saat ini kami masih menindaklanjuti laporan tersebut," katanya.

Ia menyatakan, Panwas siap menampung laporan dari masyarakat selama 24 jam terkait adanya indikasi pelangagaran pelaksanaan Pilkada Kota Pekalongan.

"Jika ada indikasi mengarah ke ranah pidana maka prosesnya akan diteruskan ke penegak hukum. Namun, kami berharap pelaksanaan Pilkada Kota Pekalongan pada 16 Juni 2010 bisa berjalan aman dan damai," katanya. (Sumber: www.antarajateng.com)Rata Penuh

Senin, 12 April 2010

Pantai Pasir Kencana digoyang Senam Massal

Pada hari Minggu (11/4) kemarin Pantai Pasir Kencana terlihat sangat ramai tak seperti biasa. Pada pukul 06.00 WIB pengunjung yang hadir sangat padat. Hal ini dikarenanakan pada hari itu Pemerintah Kota Pekalongan mengadakan kegiatan senam massal.

Acara ini diadakan dalam rangkaian peringatan HUT Kota Pekalongan yang jatuh pada tanggal 1 April. Selain masyarakat umum, para pejabat, pegawai, dan guru dari masing-masing instansi terlihat hadir. Tak kurang 2000 orang lebih tumpah ruah memadati arena kegiatan.

“Acaranya ramai sekali, bahkan saya sampai tidak kebagian snack”, ujar seorang peserta.

Kegiatan yang diadakan di pantai Pasir Kencana ini juga sebagai promosi bagi kawasan yang dulunya pernah menjadi ikon wisata kota Pekalongan.

Personel Satpol PP sejumlah 2 regu atau sekitar 25 orang juga ikut memeriahkan acara dan melakukan pengamanan sampai kegiatan selesai pukul 10.00 WIB. Kegiatan ini ditutup dengan pembagian doorprize menarik bagi peserta.

Minggu, 11 April 2010

Satpol PP Cimahi Ciduk Wanita Penjual Sendok

Cimahi - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Cimahi, Jawa Barat, menciduk seorang wanita yang mengaku sebagai penjual sendok dan seorang perempuan yang membawa kosmetik yang diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK).

Kepala Seksi Pengendali dan Operasi Satpol PP Kota Cimahi Herry Setiawan, di Cimahi, Minggu, mengatakan, kedua perempuan tersebut diciduk saat Satpol PP dan Polresta Cimahi menggelar operasi penyakit masyarakat (Pekat), kemarin (Sabtu, 10/4).

"Kedua perempuan itu ditangkap sekitar pukul 23.30 WIB. Mereka menyalahi aturan Pasal 12 karena berada di suatu tempat dengan melewati batas waktu dan tidak membawa kartu identitas," ujar Herry.

Menurutnya, saat ditangkap, salah seorang perempuan tersebut membawa beberapa sendok eceran di dalam tas yang hendak dijual kepada penjual nasi goreng di kawasan Cipageran Cimahi.

Selain menangamankan dua perempuan yang diduga sebagai WTS, Satpol PP Kota Cimahi juga berhasil menciduk delapan pasangan mesum yang diamankan di tiga hotel serta dua orang waria bernama Jupe dan Wulan.

Ia menyatakan, razia tersebut digelar atas laporan dan pengaduan masyarakat.

"Sebelumnya kami mendapat laporan dari warga yang mencurigai ada beberapa hotel yang biasa digunakan sebagai tempat asusila dan tadi malam sekitar pukul 23.00 WIB kami langsung menggelar razia," ujar Herry.

Ia mengatakan, ketiga hotel yang menjadi sasaran razia ialah Hotel Tjimahi, Hotel Chandra dan Hotel Mediria.
(Sumber: AntaraNews)

Jumat, 09 April 2010

Sejarah SATPOL PP

Keberadaan Polisi Pamong Praja saat ini, tidak lepas dari permasalahan yang muncul, dan yang kita hadapi sejak diproklamirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.

Untuk melangsungkan dan mempertahankan Negara Kesatruan Republik Indonesia, dipandang perlu adanya ketentraman dan ketertiban umum masyarakat, agar pemerintah yang telah terbentuk dapat berjalan dengan baik.

Oleh karena itu, sesuai surat Perintah Jawatan Praja di daerah Istimewa Yogyakarta nomor : 1 Tahun 1948, dibentuklah “DETASEMEN POLISI PENJAGA KEAMANAN KAPANEWON” pada tanggal 30 Oktober 1948.

Belum satu bulan, Detasemen ini dirubah namanya menjadi “DETASEMEN POLISI PAMONG PRAJA” berdasarkan Surat Perintah Jawatan Praja Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 2 tahun 1948 tanggal 10 November 1948. Inilah yang merupakan “EMBRIO” dari kelahiran Polisi Pamong Praja.

Pada tahun 1950, melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 32/2/20 tanggal 3 Maret 1950 “DETASEMEN POLISI PAMONG PRAJA” dirubah namanya menjadi “KESATUAN POLISI PAMONG PRAJA”, dan tanggal 3 Maret 1950 inilah ditetapkan menjadi hari jadi “SATUAN POLISI PAMONG PRAJA” yang diperingati pada setiap tahun.

Bersamaan dengan keputusan tersebut, dikeluarkan Ketetapan Menteri Dalam Negeri Nomor : UP. 32/2/2/21, tentang pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja diluar Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sepuluh tahun kemudian, dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 7 tahun 1960, Kesatuan Polisi Pamong Praja di bentuk di tiap-tiap Daerah Tingkat I. Hal ini mendapat dukungan dari para Petinggi Militer Angkatan Perang, sebagaimana dikatakan oleh KOLONEL BASUKI RAHMAT, adanya tim Polisi pamong Praja di tiap-tiap Kawedanan dan Kecamatan, guna mengembalikan kewibawaan Pemerintah Daerah, menuju stabilitas Pemerintah pada umumnya.

Pada tahun 1962, sesuai dengan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 10 tahun 1962 tanggal 11 Juni 1962, nama Kesatuan Polisi Pamong Praja diubah menjadi “PAGAR BAYA" dengan alasan untuk membedakan dari "KORPS KEPOLISIAN NEGARA", sebagaimana dimaksud Undang-Undang Pokok Kepoilisian Nomor : 13 tahun 1961.

Selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 1 tahun 1963 "KESATUAN PAGAR BAYA" diganti namanya menjadi “KESATUAN PAGAR PRAJA”.

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, maka nama “KESATUAN PAGAR PRAJA” dirubah lagi menjadi “SATUAN POLISI PAMONG PRAJA”, sebagai perangkat wilayah, yang melaksanakan tugas dekonsentrasi sesuai dengan bunyi Pasal 86 ayat 1.

Dari sejarah tersebut dapat kita pahami, bahwa tugas utama Polisi Pamonbg Praja pada waktu itu, menurut Peraturan Menteri Pemerntahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 10 tahun 1962 tanggal 11 Juli 1962, adalah membantu para pejabat Pamong Praja khususnya di Tingkat Kecamatan, yang meliputi antara lain :
  • Pelaksanaan ronda desa atau kampung
  • Penjagaan kerusakan pengairan
  • Hal pemungutan pajak
  • Pelaksanaan kegiatan penyuntikan cacar
  • Kegiatan sensus dan
  • Penjagaan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah, dan lain-lain pekerjaan, yang berhubungan dengan pekerjaan Pamong Praja

Secara lebih sistimatis, tugas dan wewenang Polisi Pamong Praja saat itu, meliputi antara lain :
  1. Segala pekerjaan yang bersifat Vertikal maupun otonom, terutama menjadi mediator antara Camat dan Kepala Desa atau sebaliknya.
  2. Melaksanakan Kebijakan Profesional Kepala Daerah, serta melakukan pengawasan dan pengamanan pelaksanaan Peraturan Pemerintah.
  3. Melakukan tindakan penuntutan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah dan Peraturan Pemerintah
  4. Melakukan tugas Intelijen.

Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Peemerintahan Daerah, dan sesuai dengan bunyi pasal 148 ayat 1, Polisi Pamong Praja ditetapkan sebagai Perangkat Pemerintah Daerah, dengan tugas pokok menegakkan Peraturan Daerah, penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi.